Friday, March 27, 2015
KAMU HARAPAN YANG AKU SEMOGAKAN
Malam ini tidak ada hasil. Hanya beberapa kalimat yang tidak jelas. Tidak ada inspirasi, pikiran kosong. Sudah beberapa kali aku menekan tombol delete, kemudian mencoba menulis lagi. Hanya gagasan semu yang ada dipikiranku. Bagiku inspirasi adalah hal yang utama bagi penulis. Hanya butuh inspirasi untuk bisa menuliskan banyak hal. Tetapi berbeda dengan malam ini. Kosong, kertas itu masih putih. Kumatikan laptopku, hanya membuang waktu jika tak ada inspirasi. Aku beranjak ke kasur, menutup mata perlahan, kemudian terlelap. Selamat tinggal malam.
Malam berlalu begitu saja, aku terbangun. Seperti pemuda yang lainnya, pertama yang kucari adalah hp-ku. Dengan mata yang masih enggan untuk terbuka, akhirnya ketemu. Ada notif WhatsApp, ternyata pesan dari kontak yang bernama “Mayu”.
“Pagi sayang, gimana tidurnya? Nyenyak? Cie yang semalem berduaan sama laptop.”
Apakah aku masih tertidur? Ah, aku ingat! Aku masih mempunyai inspirasi sekaligus penyemangat hidupku. Mayu. Kedua mataku terbuka dan bibirku tersenyum. Kubalas pesannya.
“Pagi juga sayang, nyenyak dong. Hehe. Maaf ya, tadi malem cintaku buat laptop dulu, Hihihi.”
Tak ada balasan. 5 menit berlalu, masih tak ada balasan, kuputuskan untuk mandi. Karena hari itu ada jadwal kuliah pagi. Selesai mandi, aku bersiap-siap/ Pakaian oke, sepatu oke, parfum juga oke. Kalau begini kan sudah merasa good looking.
Aku buka hp-ku lagi. Ada pesan dari Mayu. “Yang, aku ada kuliah pagi nih, jemput aku ya. Aku tunggu di rumah. Love you.”
Mayu dan aku memang satu kampus. Tetapi kita beda jurusan. Aku jurusan sastra, sedangkan Mayu jurusan kedokteran. Maklum, dia anak orang kaya. Selain kaya dia juga pintar dan cantik pastinya. Sedangkan aku hanya anak rantau yang kebetulan diterima di Universitas Negeri di Solo, Universitas Sebelas Maret. Jika Mayu serba ada dan serba punya, maka aku kebalikannya. Untuk papan, aku hanya ngekost di kost-kostan yang sederhana. Uang bulanan tidak seberapa, maklum, ortu di desa hanya seorang petani. Untuk meringankan beban orang tua, aku menulis cerpen kemudian aku kirim ke majalah majalah. Lumayan honornya untuk tambahan uang jajan. Itupun jika cerpenku diterima.Untuk transportasi alhamdulillah aku masih punya si Jeki. Motor bebek yang menemaniku kemana saja sejak aku masih di bangku SMA.
Setelah menerima pesan itu, tanpa kubalas aku langsung mengambil tas dan berangkat menjemput Mayu dengan si Jeki. Kupacu motor bebek itu menelusuri jalan jalan berlubang dan bergenang air. Sangat mudah melewati jalan yang bergenang air karena Jeki adalah motor bebek. Jarak kostku dengan rumah Mayu terpaut sekitar 4 km. Butuh waktu kurang lebih 20 menit untuk sampai kesana. Maklum, Jeki hanyalah motor bebek. Tidak baik jika mengendarainya dengan kecepatan yang tidak wajar. Tetapi itu tidak menjadi masalah, karena kampus kita memang satu arah dan untuk alasan tertentu aku sangat bersemangat untuk bertemu dengan Mayu.
20 meter di depan rumah Mayu yang sangat besar itu sudah nampak. Kuparkirkan Jeki di depan rumah Mayu. Kemudian, aku buka gerbangnya. Tak sabar lagi ingin segera melihat senyum Mayu, aku berlari kecil menghampiri bel rumahnya. Aku pencet tiga kali.
“Ting tong….. ting tong….. ting tong……”
Kemudian keluar wanita setengah baya berambut sebahu.
“Sebentar Nak Bayu, Mayu baru dandan. Maklum lah anak muda jaman sekarang. Silahkan masuk sini.”
“Eh, iya Tante Ani.” Kemudian aku masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Empuk dan nyaman sekali. Tidak seperti di kostku, hanya ada kursi sederhana yang keras dan tidak nyaman diduduki. Maklum, terbuat dari bambu yang aku beli sebulan yang lalu.
Tante Ani aku memanggilnya. Ibu pacarku ini walaupun sudah berkepala 4 namun ia masih terlihat muda dan cantik. Terkadang aku berpikir kalau Mayu itu adalah copyan dari Tante Ani. Jika kecantikan Mayu adalah keturunan ibunya, maka kepintaran Mayu diperoleh dari ayahnya. Tak lama, Mayu keluar dari kamarnya menghampiriku dengan membawa senyum yang indah itu. Iya, senyum itu. Senyum yang membuat aku pertama kali jatuh cinta padanya.
“Eh ada tamu, nyari siapa mas?”
“Emm anu, ini lho mbak. Tadi si ibu telepon katanya pipa di belakang ada yang bocor. Saya disuruh benerin.”
“Oh yaudah sana mas, kerja yang bener ya.”
“Sudah selesai barusan mbak.”
“Kok cepet mas?”
“Mbaknya aja yang dandannya kelamaan.”
Kami berdua tertawa bersama.
“Mama, aku berangkat kuliah dulu ya.”
“Iya sayang, hati hati ya. Bayu, Mayu dijaga ya.”
“Iya tante.” Kemudian aku mencium tangannya.
Aku berharap, semoga tangan yang barusan aku cium ini adalah tangan calon mertuaku.
“Yuk, Bay.”
“Mari aku antar ke kampus wahai malaikatku.”
“Pret, ayo buruan keburu telat. Pagi-pagi udah gombal aja”
Kemudian kami berjalan keluar rumah. Sesampai depan pagar aku menutup pagar rumahnya.
“Bay, lain kali si Jeki diparkirin di dalam aja. Sendirian diluar, kasian tau.”
“Iya iya, lain kali aku parkirin di dalam. Pagi-pagi udah bawel aja.”
“Yeee, ini namanya perhatian bukan bawel.”
“Tuh kan bawel lagi.” Aku pencet hidung si Mayu dan menyodorkan helm.
Kemudian dia memakai helmnya dan kamipun berangkat ke kampus. Jangankan ke kampus, kemanapun jika itu bersama Mayu, aku dan Jeki siap mengantar.
“Nanti kalau telat, kamu yang salah lho, May.”
“Lah, kok bisa aku?”
“Tadi kamu di kamar dandan atau tidur coba? Lama banget.”
“Hehe, maklum aku kan cewek Bay. Lagian dandannya kan nggak norak kayak cewek-cewek jaman sekarang. Ini juga buat kamu lho, Bay.”
“Masa sih? Sayang Mayu deh.”
“Love you, Bay.” Tiba-tiba Mayu memelukku erat, sangat erat. Aku tersenyum.
“Love you too,May.”
Kami melanjutkan perjalanan ke kampus dengan si Jeki. Setelah sampai, aku menurunkan Mayu di fakultasnya. Sebelum aku pamit, tiba-tiba ada seseorang dari kejauhan memanggil-manggil Mayu. Ya, itu adalah Burhan. Teman sekelas Mayu sekaligus anak rekan bisnis ayah Mayu.
“Pagi Mayu. Ayo buruan, dosennya udah datang lho.”
“Pagi Burhan, sebentar ya.”
Kemudian Mayu berpamitan padaku dan pesan agar nanti dijemput sepulang kuliah. Aku menancap gas menuju fakultas sastra yang lokasinya agak jauh dari fakultas Mayu.
Saat di kelas, hatiku tidak tenang. Aku mencoba menerka apa yang ada dipikiran Burhan. Apakah ada cinta untuk Mayu? Secara materi dia sangat unggul dariku. Tapi secara hati, dia jauh di belakangku. Karena aku sangat mencintai Mayu lebih dari apapun. Tiba-tiba lamunanku disadarkan oleh dosenku.
“Bayu!! Kamu ini sudah terlambat masih aja ngelamun tidak memperhatikan. Mau kamu apa?”
“Maaf Pak Dam, tidak bermaksud begitu. Iya pak, Bayu minta maaf.”
“Ya sudah, kembali memperhatikan ke depan jangan melamun lagi.”
“Iya Pak Dam.”
Suasana kelas kembali seperti semula. Seusai mata pelajaran Pak Dam, tiba-tiba hp-ku menerima pesan dari Mayu.
“Maaf Bay, sepulang kuliah nanti aku nggak jadi bareng sama kamu. Nanti aku dianter sama Burhan sekalian makan siang bareng papaku sama papanya Burhan. Maaf ya Bay. Love you.”
Apakah disini aku harus merasakan cemburu? Bukankan itu hanya makan siang Ayah Mayu dengan rekan bisnisnya? Tidak seharusnya aku merasakan cemburu, Mayu juga sangat mencintaiku. Kubalas pesannya.
“Iya May, it’s okay. Jangan lupa makan yang banyak ya, dari tadi pagi energinya buat ngoceh mulu soalnya. Hihihi. Love you too May.”
Beberapa saat kemudian ada pesan lagi.
“Kamu kira aku burung apa? Suka ngoceh gini juga pacarmu wekk. Udah dulu ya Bay, nggak enak makan sambil mainan hp.”
Kuurungkan niatku untuk membalas pesan terakhir dari Mayu itu. Sepulang kuliah ini aku tidak langsung pulang ke kost. Seperti biasa, nongkrong bersama teman-teman di kampus untuk sekedar ngobrol dan pastinya mencari “inspirasi”. Kali ini batagor adalah pilihan yang tepat. Kami memesan 3 porsi batagor dan 3 es teh.
“Kamu tadi mikirin apa kok bisa ngelamun di kelas Bay?” tanya Andi.
“Nggak ada apa-apa kok, Ndi.”
“Ah, kamu kalau sama kita-kita blak-blakan aja kenapa sih Bay?” sahut Eko.
“Betul tuh Bay.”
“Iya iya, jadi gini, si Mayu lagi ada yang deketin. Itu si Burhan temen sekelasnya. Sekaligus anak rekan bisnis ayah Mayu.”
“Lah, terus kenapa? Kamu cemburu? Jangan gitu Bay, kamu harus percaya sama Mayu. Nggak mungkin juga dia berpaling dari kamu. Sudah 2 tahun lebih kalian pacaran, masa cuma gara-gara begitu kamu bisa cemburu?”
“Omonganmu ada betulnya juga sih, Ndi. Tapi secara materi aku kalah telak sama dia. Secara dia juga anak rekan bisnis ayah Mayu.”
“Udah lah Bay. Ngapain kamu mikirin hal-hal yang nggak mesti harus dipikirin itu sih? Let it flow Bay.”
“Iya deh, aku nggak mikirin itu lagi.”
Setelah lama menunggu akhirnya batagor spesial idaman anak kampus yang kami pesan telah tiba.
“Ini mas batagornya. Selamat menikmati!” Lalu bapak itu meninggalkan kita.
“Eh Ndi, tolong ambilin saos di belakangmu itu.”
“Ambil sendirilah, manja kayak anak kecil aja. Wahaha.”
“Kampret, apa susahnya ngambilin itu doing.”
“Iya iya, nih Mas Bayu saos pesanan anda.”
Siang itu, setelah makan batagor kami tidak langsung pulang. Sekedar duduk sambil bercerita. Atau lebih tepatnya curhatan seorang lelaki. Memang diantara kita bertiga tidak ada yang namanya masalah pribadi. Jika seorang diantara kita mendapatkan masalah, maka masalah itu adalah masalah kita semua. No secrets here. Pukul 13.25, Eko harus pulang menjemput pacarnya yang kuliah di lain kampus. Aku dan Andi juga ikut pulang. Akhirnya kita bertiga berpisah.
Kupacu Si Jeki menelusuri jalanan menuju kost. Ketika melewati sebuah restoran aku agak kaget. Ada Mayu disana. Tersenyum dan tertawa. Menikmati makan siangnya itu dengan ayahnya dan si Burhan. Entah perasaan apa ini. Tapi, aku ingat apa yang dikatakan oleh Andi tadi. Karena tidak memperhatikan jalan aku hampir saja menabrak motor di depanku, Hampir saja. Dan hampir saja aku kehilangan kepercayaanku pada Mayu. Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi. Karena capek, setelah sampai kost aku langsung terlelap di kasur. Pukul 15.00 aku terbangun. Ada pesan masuk dari Mayu.
“Bay, bosen nih di rumah, keluar yukk.”
Tidak langsung kubalas pesan itu. Kubuka dompetku. Hanya ada beberapa rupiah disana. Apakah cukup untuk ini? Di lain sisi, aku sangat ingin bertemu dengan Mayu. Membuatnya tertawa. Bukan Burhan. Tak lagi kuperhatikan dompetku. Kubalas pesannya.
“Ayo, kamu maunya kemana May?”
“Terserah kemana aja deh, yang penting sama kamu. Hehe.”
“Oke, aku ke rumahmu sekarang ya.”
Kasihan Si Jeki, hanya beristirahat beberapa saat sudah aku ajak keluar lagi. Tapi tak apa jika itu bersama Mayu. Sampai disana aku parkirkan Jeki diluar. Tapi aku teringat omongan Mayu tadi pagi kalau Jeki diparkirkan di dalam saja. Oke, aku parkirkan Jeki di\dalam. Kupencet bel rumahnya.
“Ting tong…ting tong….”
“Hai Bayu, sebentar ya aku pamit dulu.”
Ia berlalu kembali ke dalam. Ketika ia keluar tidak sendirian. Dibelakangnya ada ayahnya.
“Pah, aku mau keluar sebentar sama Bayu.”
“Hei Bayu, setidaknya kalau kamu pengen ngajak keluar anak saya bawalah mobil atau minimal motor yang layak. Malu-maluin aja.”
“Pahhh…..”
“Ehh, iya om saya tau. Tapi hanya ini yang Bayu punya. Bayu janji akan bahagiain Mayu bagaimanapun caranya. Sesederhana itu cintaku pada Mayu om.”
“Terserah kamulah.” Om Edi kembali ke dalam dengan langkah yang cepat.
“Bayu maafin pa….”
“Ayo May, katanya bosen di rumah. Nih helmnya.” Kupotong omongan Mayu.
Selama perjalanan hanya hening yang menemani. Tak ada bercandaan ataupun omongan. Aku sendiri tak tau mau membawa Mayu kemana. Ingin bertanya tetapi enggan. Akhirnya Taman Balekambang muncul di otakku. Tempat yang sejuk itu sepertinya pas untuk hati yang sedang tidak enak ini.
“May, Taman Balekambang mau nggak? Enak tuh sejuk gitu.”
“Yang ada rusanya itu ya? Ayo Bay.”
Sampai disana aku dan Mayu berjalan berdua melihat-lihat sekitar. Kucoba membuat beberapa lelucon agar dia tersenyum. Sungguh senyum yang sangat indah. Kudapati seekor rusa ikut tersenyum melihat Mayu tertawa.
“Bay, makasih ya.”
“Untuk?”
“Semuanya. Waktu yang kamu sisihkan untuk menemaniku. Kasih sayangmu. Cintamu padaku. I love you Bay.”
“Sama-sama May, itu semua adalah kewajibanku. Love you too.” Lalu kukecup keningnya.
Berdua duduk di kursi pinggir kolam. Memandangi angsa berenang. Semuanya indah jika itu bersama kamu May.
“Bay, maaf soal papaku tadi ya. Dia orangnya memang begitu.”
“Kenapa harus minta maaf May? Semua yang dikatakan papamu memang benar. Aku ini cuma orang biasa yang kebetulan bisa mendapatkan wanita secantik kamu. Hanya seperti inilah aku bisa membuatmu bahagia May. Seperti sekarang ini. Tidak dengan cara yang mewah yang mungkin bisa membuatmu lebih baha….”
Lalu Mayu mendaratkan jari telunjukya ke bibirku. Mengisyaratkan aku untuk berhenti bicara. Aku terdiam. Kupandangi wajahnya. Kulihat sebentar lagi bibirnya akan berucap.
“Ingat ini Bay, dulu ada banyak lelaki yang mengejar-ngejarku, tapi diantara mereka aku memilih kamu Bay. Karena kamu memiliki apa yang mereka tidak miliki. Kamu mempunyai cinta yang tulus padaku. Aku tidak peduli mereka anak orang kaya atau apapun. Aku tetap memilih kamu dan aku tau dengan memilih kamu itu adalah pilihan yang tepat. Walaupun dengan cara sederhana jika itu bersama kamu aku tetap bahagia Bay. Aku sangat mencintai kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu Bay.”
Langsung kupeluk Mayu ketika kulihat ada setetes air mata yang mengalir keluar dari matanya.
“Aku juga sangat mencintai kamu May. Aku nggak mau kehilangan kamu dengan alasan apapun May.”
Angsa angsa yang berenang di kolam, pohon pohon yang ada di Taman Balekambang itu menjadi saksi bisu cintaku dengan Mayu. Sungguh indah sekali saat itu. Waktu menunjukkan pukul 17.00, tempat ini akan tutup pukul 17.30, aku harus mengantarkan Mayu kembali ke rumah.
“Sudah sore May, yuk pulang. Nanti mama kamu khawatir.”
Mayu beranjak dari pelukanku. Ada sedikit rasa kecewa di wajahnya.
“Nanti aja Bay, aku masih pengen disini.”
“Eh, nakal kan. Bentar lagi ditutup tau, kamu mau tidur bareng rusa disini?”
“Mau aja dong, kalau itu sama kamu juga.”
“Siapa yang mau tidur disini? Ogah ah, mendingan tidur di rumah lebih enak daripada tidur sama rusa.”
“Yah kamu gitu. Yaudah yuk pulang Bay.”
Kami berdua meninggalkan tempat itu. Sesampai di rumah Mayu, aku pamit dan langsung menuju kost.
“Kemana aja jam segini baru pulang?” Tanya Fajri teman sekost.
“Habis jalan sama Mayu. Kamu nggak ada niatan nyari pacar Jri? Seharian cuma merenung di kost. Nggak tega aku liat kamu Jri, hahaha.”
“Sebenernya banyak cewek yang mau sama aku, tapi akunya aja yang nggak mau sama mereka mereka.”
“Aish, kalo ngomong. Yaudah aku mau istirahat dulu. Capek.”
Di kamar kost yang sempit itu aku akhirnya terlelap. Pukul 22.00 aku terbangun. Kubuka laptopku untuk sekedar menulis melanjutkan kerjaan kemarin yang belum kelar. Banyak inspirasi hari ini, tak heran jari jariku tak berhenti menari diatas keyboard. Lumayan pikirku. Pukul 2 dini hari aku tertidur. Tak takut untuk bangun siang karena besok tidak ada jam pagi. Keesokan harinya setelah bangun aku langsung mandi untuk kuliah. Bersama Jeki menuju kampus. Tiba di kampus ada seseorang memanggil namaku. Ketika menoleh kebelakag aku melihat Burhan. Ada apa gerangan Burhan memanggilku?
“Bay sini bentar.”
“Ada apa?”
“Kemarin waktu makan siang bersama Mayu, ayah Mayu berencana menjodohkan Mayu dengan aku. Jodoh tidak kemana Bay, mending kamu putus aja sama Mayu. Cepat atau lambat hubungan kalian juga akan berakhir.”
Aku tidak percaya apa yang dibicarakan Burhan. Hatiku tidak siap menerima kenyataan pahit itu.
“TIDAK MUNGKIN !! Pasti Mayu tidak akan setuju dengan rencana ayahnya itu.”
“Memang Mayu tidak setuju. Tetapi setauku Mayu adalah anak yang patuh pada orang tua. Jadi, tidak mungkin dia membantah ayahnya. Pikirkan lagi Bay, mending kamu sudahi saja hubunganmu dengan Mayu.”
Kemudian Burhan berlalu meninggalkanku. Aku masih diam disitu. Mencoba menerima kenyataan yang pahit ini. Aku duduk di kursi di dekat situ. Merenung. Tak ada niat yang terlintas dipikiranku untuk kuliah hari itu. Hanya Mayu dan hubunganku dengannya selama 2 tahun lebih yang aku pikirkan. Akankah berakhir seperti ini? Padahal kemarin baru saja Mayu bilang tidak ingin kehilanganku. Dan lagi, kenapa Mayu tidak memberitahuku soal ini. Aku coba menghubungi Mayu. Untuk bertemu dengannya sepulang kuliah ini. Mencoba meluruskan semua ini. Aku masih duduk di tempat itu sampai jam kuliah Mayu selesai.
“Hai Bayu ada apa?”
“Apa benar yang dikatakan Burhan kalau kamu akan dijodohkan dengannya? Kenapa kamu tidak bilang padaku tempo hari?”
Mayu terdiam. Raut wajahnya menjadi gelisah. Kemudian dia duduk disampingku untuk menjelaskan semuanya.
“Iya memang betul apa yang dikatakan Burhan. Aku tidak bisa memberitahumu Bay. Aku nggak mau kamu sedih. Untuk menolak rencana papahku aku juga tidak sanggup.”
Mata Mayu berkaca-kaca. Aku tidak tega melihatnya walaupun sendirinya aku juga merasa sedih.
“Aku tidak tau harus berbuat apa May. Tidak ada yang bisa aku lakukan. Ingin aku berbicara baik baik dengan ayahmu. Tetapi memang sejak awal ayahmu tidak merestui hubungan kita.”
Mayu tidak bicara. Ia hanya menangis. Aku mencoba menenangkannya. Kemudian kuantar Mayu pulang. Ketika di depan pintu rumahnya, tiba tiba ayahnya keluar.
“Kau masih berani kesini? Sudah pernah saya bilang, saya tidak akan memberikan restu pada kalian. Terus, mau kau kasih makan anakku nanti? Bayar kost aja kamu masih bingung. Jangan berani lagi kamu kesini. Mayu sudah aku jodohkan sama Burhan anak rekan bisnisku. Untuk kamu Mayu, jangan sekali kali kamu keluar lagi sama Bayu.”
“Tapi pah….”
“Tidak ada tapi-tapian. Ayo masuk.”
Pintu rumah ditutupnya dengan keras sekali. Sekeras omongan ayah Mayu padaku. Memang yang dikatakannya semua benar, tetapi sungguh menyakitkan bagiku. Sejak saat itu hubunganku dengan Mayu menjadi renggang. Entah masih berlanjut atau tidak. Aku mencoba mengikhlaskan semuanya selama 2 tahun ini. Padahal seminggu lagi tepat annivku 3 tahun bersama Mayu. Ketika di kampus sengaja aku tidak menemuinya, bahkan aku tidak pernah menyapanya. Karena aku sudah merasa tidak pantas. Walaupun kenyataanya aku masih sangat mencintai Mayu.
Hari hari berlalu. Kulihat Mayu selalu bersama Burhan. Ada rasa cemburu dihatiku. Tetapi aku mencoba mengikhlaskan semuanya. Walaupun aku tau kenanganku bersama Mayu hanyalah sisa sisa keikhlasan yang tidak diikhlaskan. Tepat hari jadiku dengan Mayu yang ke 3 tahun. Aku ingin bertemu dengannya untuk mengucapkan salam perpisahan.
TAMAN BALEKAMBANG, 23 MARET 2012
Aku terdiam lama disitu. Duduk di kursi menunggu kedatangan Mayu. Lama sekali. Apakah Mayu tidak datang? Apakah dia sudah tidak sudi lagi bertemu denganku? Dari kejauhan aku melihat sesosok wanita dengan rambut panjang hitam berjalan menuju sini. Tidak salah lagi itu Mayu. Aku senang dia datang. Tetapi kenapa aku malah senang? Bukankah ini hanyalah perpisahan? Mayu duduk disampingku. Dengan matanya yang agak terlihat sedih ia menatapku.
“Lihat rusa itu May, mereka tidak lagi tersenyum kalo kamu cemberut gitu. Senyum dong.”
Ia tersenyum. Aku tau itu hanyalah senyum kalbu untuk menutupi sedihnya.
“Nah gitu dong. Hehe.”
“Bay, aku tidak mau semuanya berakhir seperti ini. Mana mungkin aku bisa bahagia dengan pria yang tidak aku cintai?”
Aku menghela nafas sebentar.
“Tak terasa sudah 3 tahun ya May. Itu adalah waktu yang lama untuk mencintai seseorang. Terkadang ketika kita memulai sesuatu, kita tidak tahu itu akan berakhir seperti apa. Seperti hubungan kita ini May. Apakah dulu kita pernah berpikir akan berakhir seperti ini? Tidak pastinya.”
“Tapi aku masih mencintaimu Bay.”
Kali ini dia meneteskan air mata.
“Ini semua salah papaku Bay. Dia itu egois.”
“Dia tidak egois May, justru dia sangat menyayangimu. Dia tidak ingin masa depan anaknya tidak terjamin. Kalau dia egois, mungkin kita masih bisa bersama May.”
Mayu memelukku erat. Aku bangkitkan dia. Kuhapus air mata yang ada di pipinya itu.
“Kamu tidak boleh sedih begini May. Semuanya ini sudah ada yang mengatur. Kamu beruntung May mempunyai ayah yang sangat sayang padamu. Oh iya, Burhan itu orangnya sangat pintar dan baik. Kenapa kamu mesti sedih?”
“Aku cuma pengen sama kamu Bay, bukan yang lain.”
“Burhan lebih unggul apapun dibandingkan aku May. Dia pasti bisa menjagamu.”
Mayu memelukku lagi. Menumpahkan seluruh air matanya dibahuku. Aku bangkitkan dia. Kuhapus lagi air matanya itu. Ingin sekali aku menciumnya untuk yang terakhir kali. Tetapi masihkah pantas?
“Boleh kucium kamu May? For the last time.”
Dia hanya mengangguk. Dengan mata terpejam kucium keningnya. Lama aku menciumnya. Kemudian kubisikkan sesuatu di telinganya.
“Makasih untuk semuanya May.”
Kemudian aku beranjak meninggalkan Mayu. Meninggalkan kenanganku bersamanya. Meninggalkan semuanya.
Harapanku yang terakhir, semoga kamu bisa bahagia dengan orang yang tepat May. Semoga.
***
Labels:
Cerpen
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment