Laman

Friday, May 1, 2015

Filosofi Permen Karet

    “Hujan gerimis. Masihkah kau ingin menangis? Tak usah bersedih. Liat kedua mataku, adakah keraguan disana? Tekadku sudah bulat untuk mencintaimu sepenuhnya. Tapi keadaan kita sekarang ini seakan menjadi musuhku utamaku. Persahabatan yang sudah kita jalani sejak kecil akan berakhir saat aku jujur padamu tentang perasaanku. Aku takut setelah kukatakan padamu perasaanku yang sebenarnya, kau akan canggung saat bertemu denganku. Tidak seperti selama ini.”

    Ingin sekali aku mengucapkan itu semua itu padamu saat ini juga. Saat berteduh bersama bersembunyi dari hujan gerimis. Di bawah pohon beringin yang daunnya bergerak-gerak karena angin. Dengan rambut panjangmu yang terurai dan sedikit basah karena terkena hujan saat berlari berteduh kesini. Dan satu lagi yang spesial darimu, kau selalu mengunyah permen karet dimanapun kau berada. Dengan tas kecilmu yang berisikan banyak permen karet. Jika aku tafsirkan, tidak akan habis untuk beberapa minggu.

    Kebiasaan dari kecilmu yang sangat lucu. Orang asing tidak kau berikan permen karet saat mereka meminta. Tetapi dengan senang hati dan senyuman, justru kau menawarkan permen karet itu padaku. Dengan senyuman juga aku menerimanya. Hingga sekarang masih seperti itu. Semuanya masih seperti dulu. Senyummu, sifatmu, dan kebiasaanmu tak ada yang berubah hingga saat ini. Tapi aku ingin satu yang berubah saat ini. Hubungan kita. Aku ingin hubungan kita yang sekarang ini lebih dari sekedar sahabat.

“Dingin ya?” tanyaku padamu dengan mulutmu yang masih mengunyah permen karet saat kau berbalik arah padaku. Sebelum kau melempar senyum, aku sudah bertindak lebih jauh lagi.

“Ini pakai aja jaketku.” Aku mengenakan jaketku padanya. Seketika kesedihan dalam wajahmu berubah cerah menjadi senyum yang indah. Entah keajaiban atau apa, tiba-tiba hujan berhenti turun.

“Makasih Sam, mau permen karet?” Dengan masih tersenyum, kau mengambil beberapa permen karet dari tasmu. Masih seperti dulu, kau selalu menawarkan permen karetmu itu padaku. Sebelum aku menjawab kau sudah mengangkat mulutmu lagi.

Bubble gum rasa original? Kamu bisa tahu betapa indahnya hidup dalam kesederhanaan. Bubble gum rasa vanilla? Seiring kamu mengunyahnya, kamu akan merasakan nikmatnya perpaduan cinta. Bubble gum rasa strawberry? Jangan hanya menerima manisnya saja, dalam kisah cinta kamu juga harus menerima asamnya. Bubble gum rasa semangka? Dibalik manisnya cinta, sebenarnya banyak biji-biji kepedihan di dalamnya. Atau bubble gum rasa jeruk? Penampilan seseorang belum tentu mencerminkan sifat aslinya. Atau…..”

“Atau apa Nad?” Aku takut. Terlintas dipikiranku Nadia akan mengeluarkan satu permen karet lagi yang berfilosofikan: Meski kita sudah lama bersama, sekali sahabat tetap sahabat. Aku berdoa semoga Nadia tidak mengeluarkan permen karet itu.

“Permen karet YOSAN? Kamu akan tahu betapa sulitya mendapatkan huruf “O”. Hahaha.” Doaku saat itu terkabul. Ternyata benar Nadia tidak mengeluarkan permen karet seperti yang aku pikirkan. Saat mengeluarkan permen karet YOSAN, Nadia tampak senang karena berhasil mengerjaiku.

“Bisa aja kamu Nad. Yaudah deh, aku mau yang vanilla aja.” Jawabku pada Nadia. Dan karena aku juga penasaran dengan permen karet rasa vanilla.

“Kenapa kamu milih vanilla,Sam?” tanya Nadia padaku dengan penasaran.

“Konsep perpaduan cinta. Itu berarti perpaduan antara dua orang yang saling mencintai. Jika dua orang sudah saling mencintai dan menyayangi, bisa dikatakan hubungan asmara mereka sudah goal. Aku ingin megetahui rasanya Nad.” Jawabku sekenanya pada Nadia. Karena jika hanya satu orang saja yang mencintai, itu adalah pencerminan dari diriku sekarang ini. Kulihat Nadia, masih saja mengunyah permen karet dengan alisnya yang dikerutkan seakan-akan sedang memahami apa yang aku bicarakan.

“Sebenarnya vanilla tidak bicara seperti itu Sam. Vanilla bukan hanya soal hubungan asmara. Yang dimaksudkan perpaduan bukan hanya perpaduan antara dua orang yang saling mencintai, melainkan perpaduan dari berbagai ungkapan emosi. Saat kamu membenci atau dibenci orang lain, saat kamu jatuh cinta pada seseorang, atau saat hatimu terluka, ketika mengunyah permen karet rasa vanilla kamu akan merasakan rasa yang berbeda sesuai ungkapan emosimu saat itu.” Tutur Nadia dengan keahliannya soal rasa-rasa permen karet. Aku hanya tercengang sambil menerka apa yang dimaksudkan oleh Nadia. Menurut Nadia rasa vanilla akan memiliki perpaduan rasa yang berbeda tergantung ungkapan emosi kita saat itu. Aku penasaran rasa apakah yang akan muncul dengan emosiku saat ini.

“Sejak kapan kamu tau banget soal rasa-rasa permen karet gini Nad? Perasaan dulu kamu cuma hobi makannya aja. Sini aku minta satu yang vanilla.” Nadia mengambilkanku permen karet di tasnya.

“Nih Sam, permen karet rasa vanilla dimana saat kamu mengunyahnya, kamu akan merasakan perpaduan cinta.” Nadia mencoba menjelaskan padaku lagi.

“Iya Nad, aku sudah tau.” Aku mencoba meyakinkan Nadia kalau aku sudah paham benar tentang permen karetnya itu.

“Tunggu, jangan dimakan dulu. Ada satu aturan penting dan tidak boleh dilanggar saat memakan permen karet: Apapun keadaannya, jangan pernah membuang permen karet sebelum rasanya hilang. Paham Sam?” Begitu lucunya Nadia saat mengatakan itu. Seolah-olah dia adalah permen karet hidup yang mempunyai perasaan dan menjelma menjadi perempuan cantik. Sebegitu pentingnya kah permen karet bagi Nadia?

“Paham Nad.” Aku menjawab singkat karena memang aku paham apa yang dimaksudkan Nadia. Aku buka bungkus permen karet itu, aku makan isinya. Mengunyah perlahan-lahan mencari rasa yang mencerminkan ungkapan emosiku saat ini. Saat dimana perasaan bimbang antara mengungkapkan perasaan tetapi akan merusak hubungan persahabatan atau tidak mengungkapkan perasaan tetapi rasa ini ingin lebih dari sekedar sahabat.

“Rasa apa yang dikatakan permen karet rasa vanilla itu Sam?” tanya Nadia penasaran.

“Gigitan pertama terasa manis, gigitan kedua tidak terasa apa-apa, gigitan ketiga terasa manis lagi.” Jawabku sambil memejamkan mata dan menghela nafas dengan masih mengunyah permen karet.

“Kamu bimbang mikirin apa Sam?” Aku tidak menyangka Nadia akan menjawab seperti itu. Sebegitu jauhnya kah Nadia mengerti tentang rasa-rasa permen karet? Mungkin ini saatnya aku mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padanya. Tetapi apakah layak mengungkapkan perasaan cinta pada sahabat sendiri? Bimbang melanda, tak tau harus berbuat apa. Rasa yang sudah tertanam sejak dulu haruskah kubuih hasilnya sekarang? Mengingat kau adalah temanku sejak kecil dimana kita menghabiskan waktu bersama untuk bermain. Dimana kita tidak tau apa itu cinta.

“Sejak kapan kamu bisa membaca pikiran orang Nad?”

“Permen karet ngga bisa bohong Sam. Kasih tau aku dong kamu bimbang kenapa? Kita kan udah sahabatan dari dulu.” Kali ini wajah Nadia tampak serius. Dan lagi, dia masih mengunyah permen karet. Kupegang kedua bahunya, aku hadapkan dia ke arahku. Kutatap kedua matanya. Lama kutatap mata besarnya itu. Mata yang sudah tidak asing bagiku. Aku mencoba meyakinkannya. Sudah saatnya mengungkapkan perasaanku pada Nadia.

“Permen karet tidak bisa bohong? Memang benar. Begitupun perasaan manusia. Walau sudah aku coba untuk menghilangkannya tetapi sekeras apapun aku mencobanya tetap tidak bisa Nad.”

“Maksud kamu Sam?” Nadia tidak mengerti sama sekali apa yang aku maksudkan.

“Aku jatuh cinta padamu Nad.” Hening. Wajah Nadia nampak tidak percaya apa yang aku katakan padanya. Matanya seakan bilang “Bodoh. Bukankah kita ini sahabat?” Aku sudah siap menerima resiko dan cacian dari Nadia. Tetapi memang begini adanya, aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri.

“Aku tidak percaya Sam. Kamu tau sendiri kita sudah bersama sejak kecil kan? Saat aku ada masalah aku berlari ke kamu. Begitupun sebaliknya. Kita ini sahabat Sam. Aku tidak menyangka kau menodai persahabatan kita Sam. Di lain sisi, kamu tau kan aku sendiri sudah punya pacar? Serius aku kecewa sama kamu Sam. Kamu seperti bukan Sam yang kukenal.”

“Tapi Nad, perasaanku sama seperti permen karetmu itu. Tidak bisa berbohong. Lebih baik mengungkapkannya daripada tidak sama sekali.” Aku mencoba membela diriku. Dengan segala kemungkinan, aku berharap Nadia bisa mengerti.

“Kamu tau Sam? Ini pertemuan terakhir kita.” Satu kalimat yang menghancurkan semua harapanku. Menghanyutkanku dalam kekecawaan yang sangat dalam. Aku mencoba menarik tangannya untuk menjelaskan lagi, tetapi dengan segera dia menepisku dan berjalan menjauh dariku. Berjalan pergi dan mungkin tidak akan pernah kembali. Ingin aku memutar waktu kembali ke beberapa menit yang lalu dimana aku tidak akan mengungkapkan perasaanku pada Nadia, lebih baik untuk memendamnya lebih lama lagi. Aku kecewa pada diriku sendiri telah menodai persahabatanku dengan Nadia yang telah berjalan sekian lamanya.
 
    Aku masih berdiri disitu. Meratapi kekecewaan yang sangat dalam. Meratapi perbuatan bodohku pada Nadia. Entah keajaiban atau apa tiba-tiba hujan turun lebat. Lengkap sudah semuanya. Seakan hujan ini menemani kepergianmu Nad.

    Hari-hari berlalu. Dalam benakku masih dibayang-bayangi kekecewaan karena perbuatan bodohku. Dalam hatiku sudah tidak ada lagi beban karena perasaanku sudah aku ungkapkan. Perasaan tidak wajar yang sebenarnya lebih baik dipendam daripada diungkapkan. Persahabatan yang ternodai oleh sebuah tindakan bodoh.
 
    Waktuku banyak aku habiskan untuk melamun. Melamunkan hal-hal yang seharusnya sudah berlalu. Aku sudah berusaha melupakan Nadia tetapi masih ada saja bayangnya. Teringat mulutmu yang selalu mengunyah permen karet. Teringat senyummu saat menawariku permen karet. Semua masih aku ingat Nad.
 
    Dua bulan berlalu, kini aku sudah melupakan semua tentangmu. Sudah tidak lagi menghabiskan banyak waktuku untuk melamun menyesali perbuatan bodohku. Hari itu saat berada di kampus, aku menemui seorang wanita berambut terurai sedang mengunyah permen karet. Kukira saat itu adalah dirimu, ternyata bukan. Aku coba mendekatinya dan membuka pembicaraan.

“Hai, selamat pagi.” Aku menyapanya dengan senyumanku.

“Hai, pagi juga.” Dia membalas dengan senyuman juga. Senyuman yang disertai dengan mengunyah permen karet. Sekilas aku teringat tentangmu lagi.

“Ada permen karet lagi? Boleh minta?” aku berbasa-basi.

“Ada. Sebentar aku ambilin di dalam tas dulu.” Sama sepertimu, dia juga menyimpan permen karet di dalam tas kecilnya.

“Ini permen karetnya.” Dia memberikanku permen karet rasa strawberry.

“Makasih. Tau ngga kalo setiap rasa permen karet itu ada filosofinya?” Kami berdua terduduk dan mengobrol.

“Emang ada ya? Kalo rasa strawberry itu filosofinya apa?” tanyanya. Aku menjawab seperti yang kamu bilang dulu padaku.

Jangan hanya menerima manisnya saja, dalam kisah cinta kamu juga harus menerima asamnya.” Jawabku persis seperti saat kau memberitahuku dulu.

“Bener juga ya, strawberry itu ada rasa manis dan asamnya. Kalo yang aku makan ini filosofinya apa? Ini rasa semangka.” tanyanya penasaran.

Dibalik manisnya cinta, sebenarnya banyak biji-biji kepedihan di dalamnya.

“Kok kamu tau banyak sih soal permen karet? Kamu suka juga sama permen karet?”

“Kurang lebih seperti itu. Haha.”
 
    Lama kami mengobrol. Akhirnya kami berkenalan. Namaya adalah Jenny. Dia juga sangat suka dengan permen karet sama sepertimu. Aku banyak menemukan kesamaan antara Nadia dan Jenny. Mulai dari rambut, senyum, dan kebiasaanya mengunyah permen karet. Semua sama sepertimu. Mungkin Jenny adalah cerminan darimu yang dikirimkan Tuhan untukku. Untuk menggantikanmu.
 
    Saat bertatapan dengan Jenny, aku selalu membayangkan mata itu adalah dirimu. Mata besar dan indah sama seperti dulu saat kamu menatapku. Saat dia menawariku permen karet, saat dia tersenyum, atau saat dia mengajakku bercanda. Semuanya sama sepertimu. Aku seperti jatuh cinta dua kali pada dirimu. Namun kali ini dengan dirimu yang lain. Cerminan darimu yang dikirimkan Tuhan untukku. Untuk mengobati kepergianmu.
 
    Waktu-waktu berlalu, akhirnya aku berpacaran dengan Jenny. Meghabiskan waktu bersama. Saling mencintai dan menyayangi satu sama lain. Kataku dulu, bila sepasang kekasih saling mencintai dan menyayangi maka bisa dikatakan hubungan asmara mereka sudah goal. Aku benar-benar merasakannya saat ini. Tidak lagi hanya satu belah pihak yang mencintai. Sama seperti dulu saat aku mencintai Nadia tetapi masih saja dianggap sahabatnya. Kali ini hubunganku dengan Jenny benar-benar nyata.

     Hari ini tepat lima bulan aku bersama dengan Jenny. Aku berencana mengajaknya keluar untuk sekedar merayakan hubungan kami yang sudah berjalan selama lima bulan. Tapi sayang Jenny tidak bisa keluar malam ini. Sibuk dengan skripsi katanya. Tak terlintas dipikiranku untuk memaksanya keluar denganku dan sejenak melupakan skripsinya. Karena aku tidak ingin mengganggu kesibukannya. Karena aku benar-benar mencintai Jenny seperti dulu aku mencintai Nadia.

    Esok hari saat di kampus, aku berjalan menuju fakultasku. Dari kejauhan aku melihat Jenny sedang berbincang dengan orang lain. Duduk bersama sambil bercanda. Aku penasaran siapa yang sedang duduk dibelakang Jenny. Aku terdiam disitu untuk melihat mereka dari kejauhan. Tak apalah jika orang itu adalah wanita. Tidak masalah juga jika orang itu adalah pria. Mungkin itu adalah temannya Jenny. Samar-samar aku melihat orang yang dibelakang Jenny adalah cowok. 

    Tidak ada rasa curiga sedikitpun pada Jenny. Karena aku tau Jenny tidak akan melakukan hal bodoh. Tiba-tiba pria itu berdiri dan mencium tangan Jenny. Aku terkejut. Masihkah itu dianggap sebagai bahan candaan? Kurasa itu bukan lagi sebuah bahan candaan. Aku tidak percaya Jenny melakukan hal bodoh seperti ini. Sialnya aku juga tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu.
Diajaknya Jenny naik motor pria itu. Tak kusangka Jenny hanya menurut. Mereka bergerak ke arahku. Apakah aku harus sembunyi? Tidak. Aku tidak akan sembunyi. Aku harus tau siapa pria itu. Mereka semakin dekat. Sekali lagi, apakah aku harus sembunyi? Tidak. Jika perlu aku akan menghentikan mereka dan kuhajar pria itu.

    Saat mereka lewat di depanku, tak kulewatkan wajah pria itu. Aku tidak berkedip sedikitpun. Tak kusangka pria itu adalah Jack. Pacar Nadia. Aku tidak percaya Jack megkhianati Nadia. Padahal Nadia benar-benar menyayangi Jack. Mungkin ini yang disebut kita harus menerima asamnya juga.

    Seperti tertancap dua anak panah. Panah yang pertama memberi luka bahwa aku baru saja dikhianati oleh pacarku sendiri, Jenny. Panah kedua memberi luka bahwa Nadia sahabatku sendiri baru saja dikhianati pacarnya. Bodohnya lagi, pacarku selingkuh dengan pacarnya Nadia. Serumit inikah cerita cintaku?
Saat mereka melawatiku, si Jack tidak mengetahui aku melihat mereka berdua berboncengan. Tidak dengan Jenny. Jenny tahu persis aku melihatnya berboncengan dengan Jack. Wajah Jenny tampak panik. Ia hanya melihatku sekilas kemudian memalingkan pandangannya. Saat Jenny melihatku, aku hanya melempar senyum padanya. Menutupi kepedihan yang dia berikan padaku.

    Aku benar-benar kacau saat itu. Berjalan tak berarah tertiup angin kesana-kemari. Orang yang aku sangat sayangi baru saja mengkhianatiku di depan mataku sendiri. Aku kira cerminan darimu yang dikirimkan Tuhan untukku menjadi obat kepergianmu. Ternyata justru memberikanku luka yang dalam. Aku mencoba mengikhlaskan semuanya. Seperti filosofi permen karet rasa strawberry. Dalam kisah cinta, kita juga harus menerima asamnya.

    Masa bodoh dengan Jenny dan Jack, aku justru sangat khawatir dengan Nadia. Aku tau betul perasaan Nadia jika mengetahui Jack mengkhianatinya. Apakah aku harus memberitahu Nadia? Kurasa tidak, aku tidak ingin dia bersedih. Di lain sisi, aku juga tidak ingin Nadia terus dikhianati Jack diam-diam. Itu lebih menyakitkan. Aku putuskan untuk memberitahu Nadia.

    Surya tenggelam, dewi malam menampakkan dirinya. Seperti harapan yang menjadi penyesalan. Tak lama, matahari terbit kembali. Menggambarkan harapan-harapan baru yang harus digapai. Mendorongku untuk tetap bergerak. Tidak hanya diam menyesali semuanya yang telah terjadi.

“Sam…Sam…tunggu.” Teriak seorang wanita dibelakangku yang menghentikan langkahku. Setelah aku berbalik, ternyata wanita itu adalah Jenny. Seperti dugaanku. Apakah dia akan meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi? Aku tidak peduli lagi.

“Sam, tolong dengarkan aku dulu. Jack itu hanya temanku. Tidak lebih.” Jenny ingin menjelaskan semuanya padaku. Tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku tidak peduli lagi. Itu adalah lagu lama. Dengan wajah yang memelas dia memohon dan berharap aku memaafkannya. Aku ambil permen karet di tasku kemudian aku berikan padanya.

“Rasa brokoli? Ini rasanya pahit Sam. Apa maksudmu?” Jenny tidak mengerti apa yang aku maksudkan.

“Coba kamu makan. Disetiap gigitannya akan terasa pahit. Agar kamu tahu seperti apa pahitnya dikhianati. Bye Jen. Terimakasih.” Aku berjalan meninggalkan Jenny. Meninggalkan semua cerita yang aku ukir bersamanya. Jenny memegang tanganku. Menghentikanku sejenak. Kulihat matanya basah. Dengan halus aku lepaskan tangannya dari tanganku. Tak lupa aku memberikan senyumku yang terakhir padanya.
 
    Hari itu hanya satu tujuaku. Memberitahu Nadia tentang semuanya yang telah terjadi. Aku berjalan menuju tempat biasanya Nadia nongkrong bersama temannya. Kutemui Nadia duduk sendiri. Tidak ada orang lain. Kulihat wajahnya, ada raut sedih disana. Dengan mulut yang tidak mengunyah permen karet pasti ada sesuatu yang terjadi. Aku hampiri dia.

“Haii Nad…” Saat aku panggil namanya, dia menoleh padaku. Dengan cepat dia berlari ke arahku dan memelukku. Dia menumpahkan air matanya pada pundakku. Dengan respon yang cepat aku segera memeluknya erat. Memberikan kehangatan atas luka yang dia alami.

“Maafin aku Sam, jika saja dulu aku tidak ceroboh pasti persahabatan kita tidak akan seperti ini.” Dengan masih memelukku dia meminta maaf atas tindakannya yang ceroboh dulu.

“Tidak apa Nad, semuanya yang sudah biarlah mengalir. Sekarang ini kenapa kamu menangis bersedih? Ditambah lagi kamu tidak mengunyah permen karet. Pasti ada sesuatu yang terjadi.” Aku melepaskan pelukan Nadia kemudian duduk berdua disana.

    Bercerita tentang semuanya yang terjadi selama lima bulan ini. Ternyata Nadia diputuskan oleh Jack karena wanita lain. Yang tidak asing itu adalah Jenny. Aku juga bercerita tentang Jenny yang sangat mirip dengannya. Awalnya Nadia tidak percaya ada seorang wanita yang mempunyai kebiasaan bodoh seperti dirinya yaitu mengunyah permen karet. Dia kaget saat aku bercerita bahwa aku memacari wanita itu. Setelah aku meyakinkannya, Nadia tertawa terbahak-bahak. Aku sangat senang semuanya kembali seperti dulu lagi.

    Bulan-bulan berlalu, aku dan Nadia sudah terlupa akan luka yang kita alami dulu. Semuanya menjadi tawa dan kesenangan. Tak ada duka tak ada lara, hanya tawa yang tercipta. Aku berguru pada Nadia untuk mendalami ilmu tentang rasa-rasa permen karet. Sekarang ini, aku sudah tau semuanya tentang permen karet seperti Nadia.

    Seiring waktu berlalu, akhirnya hal yang paling aku takutkan muncul juga. Perasaan cinta. Sial, aku benar-benar jatuh cinta lagi dengan Nadia. Haruskah aku nodai lagi persahabatanku dengan Nadia seperti dulu? Perasaan cinta kali ini benar-benar beda. Perasaan yang sangat kuat yang apabila dipendam justru akan membuahkan lara. Tapi sekarang ini Nadia tidak mempunyai kekasih. Tekadku sudah bulat. Besok aku akan mengatakan perasaanku pada Nadia.

    Hari yang kutunggu akhirnya tiba juga. Hari dimana aku akan mengungkapkan perasaanku pada Nadia. Aku temui Nadia berada di tempat biasanya. Saat berjalan ke arahnya kakiku gemetar. Gemetar memikirkan resiko yang akan terjadi bila aku mengungkapkan perasaanku padanya. Gemetar jika aku menodai lagi persahabataku dengan Nadia.

“Selamat pagi menuju siang Nad.” Sapaku mengagetkan Nadia.

“Ngangetin aja kamu Sam. Pagi menuju siang juga.” Seperti biasa, dia masih saja mengunyah permen karet. Aku duduk disebelahnya. Kupandagi Nadia sejenak, benar-benar sudah berbeda saat dirinya kecil dulu. Aku harus mengatakannya hari ini juga. Kuberikan permen karet pada Nadia.

“Hah? Rasa kacang? Aku belum pernah membelinya.” Nadia kaget tidak percaya.

“Aku tidak bisa bersembunyi lagi di kulitku. Aku mencintaimu sama seperti dulu. Sepandainya aku bersembunyi di dalam kulitku, pasti suatu saat ada seseorang yang membukanya. Orang itu adalah kamu Nad.” Selesai. Aku sudah mengungkapkan perasaanku pada Nadia. Sekarang hanya tinggal menunggu jawabannya. Kulihat matanya membelalak tidak percaya. Aku takut dia akan marah lagi padaku. Tetapi semua yang aku takutkan sirna saat kulihat Nadia tersenyum. Tiba-tiba dia memberikanku permen karet.

“Rasa menthol?” aku bertanya pada Nadia.

“Saat kamu mengunyahnya akan muncul rasa mint disana. Rasa mint yang sebenarnya berasal dari alam di dekat kita. Sekarang aku sadar, ternyata selama ini ada seseorang di dekatku yang benar-benar menyayangiku dengan tulus. Orang itu adalah kamu Sam.”
Aku tidak percaya Nadia akan memberikanku jawaban seperti itu. Sambil tersenyum, setelah Nadia memberikan jawabannya, aku mendaratkan ciumku dikeningnya. Kemudian aku memeluknya erat. Tiba-tiba Nadia melepaskan pelukanku.

“Hahahahaha… Aku sudah menunggu hari ini sejak lama Sam. Nyari permen karet rasa methol susah tau.”

“Siapa yang nyuruh nyari rasa menthol?” Aku mengejek Nadia.

“Hahahahaha…” Kami berdua tertawa bersama.




                                                               ***


No comments:

Post a Comment