Laman

Sunday, April 19, 2015

Jangan Bersedih Miranda

    Memikirkanmu dalam pelukannya. Mungkin seperti itulah yang dirasakan Miranda saat ini. Berada dalam pelukan seorang pria yang tidak dicintainya. Semuanya berawal ketika dia sadar telah jatuh hati kepada orang yang salah. Pria yang selama ini ia dambakan ternyata tidak pernah sekalipun menggubris cintanya. Meskipun demikian, perasaan Miranda pada pria yang dicintainya bagaikan air dari hulu ke hilir. Terus mengalir tiada henti.

    Pagi itu ketika surya mulai menampakkan wujudnya, Miranda terbangun dari tidurnya. Ia harus menerima kenyataan bahwa saat ini ia telah menjadi milik seorang pria yang tidak dicintainya. Dulu ia terpaksa menerimanya karena dua alasan. Yang pertama, Miranda merasa kasihan pada Bian karena telah mengejar-ngejarnya sejak dulu. Yang kedua, Miranda sadar bahwa mencintai seseorang yang tidak mencintainya adalah percuma. Meskipun sampai sekarang Miranda masih mencintai seseorang tersebut.

“Pagi Mir, gimana tidurnya semalam? Nyenyak? Mimpi indah?” sapa Bian dari telepon.
“Nyenyak dong. Kamu sendiri gimana Bian?” jawab Miranda.
“Aku kurang nyenyak Mir. Semalam gerah banget.”
“Yeee kamu mesti belum mandi ya gerah lah.”
“Udah kok. Tapi gatau kenapa masih gerah. Hari ini kamu berangkat kerja jam berapa Mir? Biar aku antar kalau boleh.”
“Nanti aku berangkat jam 9. Boleh dong diantar kamu. Hehehe.”
“Oke. Nanti aku jemput di rumah ya.”
“Iya, tapi jangan lupa mandi. Masa iya mau nganter pacarnya belum mandi. Hahaha.”
“Siap bu. Sampai jumpa nanti ya. Love you Mir.”
“Love you too Bian.” Miranda menutup telponnya.

    Ada rasa kasih sayang di percakapan lewat telepon itu. Tetapi hanya satu belah pihak. Ya, Miranda sebenarnya tidak mencintai Bian. Selama ini Miranda hanya memakai topeng cinta untuk berkedok di hadapan Bian. Hanya itu yang dapat ia lakukan selama ini. Memang sekarang dirinya sudah menjadi milik Bian, tetapi tidak hatinya. Hatinya sedang berada di tempat lain memperjuangkan balasan cinta dari seorang pria yang Miranda cintai.
   
    Miranda Savina 25 tahun, tinggi badan 165 cm, berat badan ideal. Dengan parasnya yang ayu, sekarang ia bekerja menjadi SPG di sebuah merk motor. Tak sedikit pengunjung yang membeli merk motor tersebut karena Miranda. Ia memang berbakat dalam hal menawarkan barang. Salah satu pembeli itu adalah Bian. Dulu Bian jatuh hati kepada Miranda saat melihat-lihat merk motor tempat Miranda bekerja. Akhirnya sekarang Bian berhasil mendapatkan hatinya. Meskipun Bian tidak tahu soal topeng cinta yang Miranda kenakan.

    Tok tok tok. Terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang.

“Iya tunggu sebentar.” teriak Miranda dari dalam rumah. Kemudian ia berlari kecil dari kamar menuju depan untuk membukakan pintu.
“Hai, Mir. Sudah siap?” tanya Bian.
“Hai, Bian. Tunggu bentar lagi ya. Kamu duduk dulu aja di ruang tamu.” jawab Miranda sembari berjalan kembali ke kamar.
“Oke, aku tunggu disini ya.”

    Sebenarnya Miranda sudah siap berangkat saat itu juga. Tetapi saat berada di kamar, ia merenungkan sesuatu. Apakah tidak apa jika aku terus membohongi Bian? Kenapa aku masih mengharapkan balasan cinta dari seorang yang tidak mungkin mencintaiku? Padahal disini, saat ini juga ada seorang yang benar-benar mencintaiku dengan tulus. Tapi mengapa?

“Mir, jangan lama-lama. Nanti kamu bisa telat lho.” teriak Bian menyadarkan lamunan Miranda di kamar.
“Iya, sebentar lagi kok.” teriak Miranda dari kamar kemudian berjalan menuju ruang tamu.
“Yuk berangkat sekarang.” ajak Miranda.
“Gas.” jawab Bian singkat.

    Kemudian sepasang kekasih itu berangkat mengendarai motor. Selama perjalanan Miranda masih memikirkan soal tadi. Tiba-tiba lamunannya terpecahkan saat motor yang ia naiki bersama Bian sudah sampai di tempat tujuan. Tempat Miranda bekerja.

“Nanti kamu pulang jam berapa Mir? Biar aku jemput.” Bian menawarkan.
“Aku nanti ada lembur, aku bisa pulang sendiri kok.” jawab Miranda.
“Oh yasudah kalo memang begitu. Aku berangkat dulu ya Mir.”
“Hati-hati Bian. Bye.” Miranda melambaikan tangan.

Kemudian ia berjalan masuk ke dalam kantornya.

“Pagi Miranda.” sapa rekan kerjanya.
“Pagi Rosi.” jawab Miranda sambil melempar senyum.
“Pagi Miranda.”
“Pagi Dio.” lagi-lagi Miranda melempar senyumnya.

    Semua rekan kerja menyapa Miranda saat Miranda berjalan menuju ruangannya. Ketika ia hampir sampai di ruangannya, ada seseorang lagi yang menyapanya.
“Pagi princess.” sapa lelaki setengah baya.
“Pagi Pak Joni.” kali ini Miranda tidak tersenyum, tetapi menampakkan ekspresi wajah yang aneh. Pak Joni ini adalah OB yang selalu genit pada Miranda.

    Setelah menaruh tas, Miranda mulai bekerja. Diawali dengan berkaca merapikan busananya. Saat berkaca, Miranda menghayal lagi. Jika ia yang berada di cermin saat itu nyata dan hidup, ia akan menyuruhnya untuk menjadi kekasih Bian. Sedangkan Miranda sendiri akan berjuang mendapatkan balasan cinta dari seorang pria yang dicintainya. Tetapi sayang, semuanya itu tidak mungkin terjadi. Miranda harus menerima kenyataannya.

“Selamat pagi mas, ada yang bisa saya bantu?” tanya Miranda dengan senyum yang spesial untuk para pelanggan.
“Ini mbak, motor yang ini ada warna yang lain nggak?” pria itu menunjuk motor yang ada di depannya sambil membalikkan badan menghadap Miranda.

    Betapa terkejutnya Miranda saat itu, pria itu adalah seorang yang menjadi alasan Miranda mengenakan topeng cinta untuk berkedok pada Bian. Arkie nama pria itu. Seorang pria yang selama ini Miranda harapkan balasan cintanya.

“Ehh? Miranda?” tanya pria itu terkejut.
“Emm iya. Kamu Arkie kan?” tanya Miranda balik.
“Iya ini Arkie. Hahaha, hampir saja aku tidak mengenalimu Mir. Tambah cantik aja sih. Gimana kabarnya?”
“Bisa aja kamu, aku masih seperti dulu. Kabarku baik Ar, kalo kamu?”
“Alhamdulillah baik Mir. Sekarang kamu kerja disini ya? Ayolah cari makan sambil ngobrol, udah lama nggak ketemu nih.”
“Ehh bentar Ar, aku minta ijin dulu sama bos.”
“Oke, aku tunggu di depan ya.”
“Oke Ar.”

    Miranda berjalan meninggalkan Arkie untuk meminta ijin pada bos. Setelah mendapat ijin, ia menghampiri Arkie yang berada di depan. Ia tidak menyangka akan bertemu Arkie disini. Miranda sangat bersemangat saat itu. Berjalan dengan tersenyum, seperti orang yang paling bahagia saat itu.

“Yuk Ar, udah dapet ijin nih.”
“Kok cepet banget? Hahaha. Makan dimana nih?”
“Serah kamu aja deh, aku mah nurut aja.”
“Yaelah. Terserah aku nih? Oke deh. Yuk.”
  
    Kemudian Miranda dan Arkie pergi mencari makan. Tak lama, Arkie berhenti di sebuah restoran yang agak mewah.

“Udah sampai nih Mir, turun dong.”
“Maaf Ar. Eh, kok aku belum pernah kesini ya?”
“Keliatannya memang tempatnya sederhana Mir, tapi makanannya rasanya dijamin enak.”
“Masa sih? Nggak bohong kan? Hehehe.” canda Miranda.
“Yee nggak percayaan banget sih Mir. Hahaha. Yaudah ayo masuk. Mau jadi tukang parkir disini?”
“Yuk yuk.” kemudian mereka berdua berjalan masuk ke dalam.
“Ini menunya mas.” seorang pelayan memberikan daftar menu.
“Mau makan apa Mir?” tanya Arkie.
“Ayam bakar aja deh, minumnya es jeruk ya.” jawab Miranda.
“Ayam bakarnya 2, minumnya es jeruk 2 mas.”
“Oke.” jawab pelayan kemudian meninggalkan mereka berdua.
“Kok kamu pesennya ikutan aku sih Ar?”
“Nggak boleh? Mas.. mas…”
“Eh eh, gapapa kok. Ih, kamu ini ya. Hahaha.”
“Hahaha. Dulu pas kuliah kalo kita makan pesennya juga samaan Mir. Lupa?”
“Nggak mungkin lupa lah. Hahaha. Tapi kebanyakan kamu yang ikut-ikut aku Ar.”
“Iya sih hehe. Kamu sekarang cantik gini pasti udah punya pacar dong.” tanya Arkie.
Apakah Miranda harus menjawab “belum” agar Arkie bisa memberi kesempatan padanya?
“Eh anu, iya Ar, aku udah punya pacar.” jawab Miranda sambil menundukkan kepala.
“Wah beruntung banget cowok kamu. Hahaha.”
“Kalo kamu gimana Ar? Sekarang tambah ganteng gini pasti udah punya pacar dong. Hahaha.” goda Miranda.
“Kalo pacar nggak ada Mir.”
“Lha terus?”
“Aku udah tunangan.”
   
    Jedyaarrr. Hati Miranda bagai tersambar petir. Pria yang selama ini ia harapkan balasan cintanya ternyata telah memberikan cintanya kepada orang lain. Pria yang menjadi alasan ia memakai topeng cinta untuk berkedok pada Bian ternyata telah menjadi milik orang lain. Miranda tidak percaya semua ini. Yang semula bagaikan orang paling bahagia sekarang justru sebaliknya. Tubuhnya sekarang lemas, tetapi ia kuatkan.

“Kenapa Mir kok diem?”
“Ehh, gapapa kok Ar. Selamat ya. Kenalin ke aku dong tunanganmu. Terus, kapan mau nikah Ar?” Miranda berpura-pura semangat dan tanpa sengaja ia meneteskan air matanya.
“Kamu kenapa Mir? Gapapa kan?”
“Gapapa Ar, ini lho kelilipan. Hahaha.”
“Oh, kirain kamu kenapa.”

    Untung saja Miranda pintar berakting. Tiba-tiba datang pelayan membawakan makanan pesanan mereka berdua.

“Ayam bakar dan es jeruk.” tanya pelayan.
“Iya mas, sini mas.” jawab Arkie.
“Selamat makan Mir.”
“Iya Ar.”
   
    Arkie melahap makanannya dengan nikmat. Tetapi tidak dengan Miranda, seenak apapun makanan yang ia makan sekarang ini, rasanya akan tetap pahit. Setelah selesai makan, Arkie mengantarkan Miranda kembali ke tempat kerjanya.

“Makasih buat reuni kecil kita berdua Mir. Hahaha.”
“Harusnya aku yang terima kasih Ar, udah kamu traktir makan.”
“Tenang aja Mir, dulu pas kuliah kamu juga sering traktir aku makan kok. Oh iya, aku cabut duluan ya. Sukses buat kamu Mir.”
“Iya, hati-hati Ar. Sukses juga buat kamu. Jangan lupa undang aku di pernikahanmu ya.” Miranda tersenyum. Arkie membalas senyumnya kemudian pergi.
   
    Miranda kembali bekerja dengan hati yang tidak tenang. Ia benar-benar merasa bersalah kepada Bian selama ini. Ingin rasanya melepas topeng cinta yang selama ini menjadi kedok pada Bian. Ingin rasanya benar-benar akan mencintai Bian. Sepulang kerja Miranda menelpon Bian untuk menjemputnya. Ia tidak jadi lembur. Miranda ingin cepat-cepat bertemu dengan Bian.

    “Hai Miranda. Nggak jadi lembur ya?” Bian sudah tiba di tempat kerja Miranda.
“Nggak jadi. Yuk pulang Bian.”
“Nih helmnya.” Bian memberikan helm pada Miranda kemudian mengantarkannya pulang.
“Bian, kamu jangan pulang dulu. Sini masuk ke ruang tamu.”
“Oke Mir.” jawab Bian.
“Bian, aku minta maaf ya.” Miranda memeluk Bian sambil menangis di bahunya.
“Eh? Kamu kenapa Mir? Maaf soal apa?” Bian bingung.
“Aku sayang kamu Bian. Jangan tinggalin aku ya.” rengek Miranda. Bian tersenyum.
“Iya sayang, aku nggak bakal ninggalin kamu kok. Aku janji Mir.” Bian membalas pelukan Miranda dengan erat. Mendekapnya seakan tak mau kehilangan.
“Makasih Bian.”

    Akhirnya, Miranda benar-benar sudah bisa melepas topeng kedoknya. Sekarang ia benar-benar mencintai Bian dan bahkan ia tak mau kehilangan Bian.
Terkadang kita tidak sadar bahwa sebenarnya ada seseorang yang benar-benar menyayangi dan mencintai kita. Tetapi kita justru masih mengharapkan orang lain yang belum tentu mengharapkan kita. Beruntung Miranda cepat-cepat tersadar, jika tidak, mungkin Bian akan segera mengetahui kedok Miranda dan kemudian meninggalkan Miranda karena merasa tidak dihargai. Janganlah kamu kecewakan orang yang benar-benar mencintaimu :)

Sedikit tambahan, sebenarnya tunangan Arkie adalah Bian :v

4 comments: